Mampukah Penurunan DP Rumah Tingkatkan Penjualan?

Rencana pelonggaran aturan Loan To Value (LTV) atas kredit pemilikan rumah atau KPR yang diinisiasi oleh Bank Indonesia (BI) tentu mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Hal tersebut dapat menurunkan kewajiban membayar uang muka atau Down Payment (DP) yang harus dibayarkan menjadi hanya 15 hingga 20 persen saja. Namun, hal tersebut dinilai tidak akan banyak berpengaruh terhadap sektor properti. Apalagi, jika Anda melihat iklan “rumah dijual di Jakarta” misalnya, harganya terus melonjak seiring tahun. Hal yang sama juga terjadi di kota lainnya.

dp rumah turun

Kalangan pengembang menyangsikan bahwa perubahan LTV yang diinisiasi BI tersebut dapat membantu meningkatkan daya beli masyarakat di sektor properti, terutama pada sektor perumahan. Mereka mengharapkan LTV 90 persen untuk seluruh rumah. Angka 85 persen yang diajukan untuk rumah pertama dinilai tidak dapat meningkatkan penjualan rumah. Hingga kini, kondisi ekonomi Indonesia sedang lesu dan daya beli masyarakat menurun dan mengakibatkan pada menurunnya angka penjualan properti.

Hal tersebut juga dinilai kurang dapat meroketkan sektor properti secara signifikan. Ada beberapa faktor lain yang banyak itemnya dan berpengaruh. Faktor lain yang justru dapat berpengaruh sangat positif adanya pemberlakuan tax amnesty. Kebijakan pengampunan pajak yang rencananya akan terbit pada Oktober nanti diprediksi akan dapat membantu masyarakat yang sudah ingin membelanjakan uangnya.

Membutuhkan waktu yang lama bagi properti-properti agar terserap pasca-perubahan LTV. Apalagi jika pertumbuhan ekonomi masih tidak meningkat, hal tersebut akan membuat proses tersebut memakan waktu lebih lama lagi.

Sementara itu, bagi sektor rumah susun, jika harganya masih di bawah Rp 25 juta per meter persegi di kawasan Jakarta dan sekitarnya, maka perubahan LTV diprediksi akan lebih baik. Namun, sangat sulit untuk mencari apartemen dengan nilai di kisaran tersebut di Jakarta. Harga rata-rata apartemen di Jakarta berada di atas kisaran tersebut sehingga penjualannya pun lambat.

Maka dari itu, pengembang menilai bahwa pemerintah melalui BI tidak perlu menciptakan kebijakan lain yang menyulitkan. Karena saat ini seluruh bank di Indonesia, terutama swasta nasional, telah menerapkan prinsip kehati-hatian yang teramat sangat ketat.

Bank BCA contohnya, mereka telah memiliki dan menyiapkan rial map. Jika di satu daerah harga jual rumah sudah naik tinggi sekali, Bank BCA punya sistem peringatan sendiri. Mereka tak akan memberikan KPR dengan mudah dan secara asal-asalan.

Jadi akan lebih baik jika BI tidak lagi melakukan pembatasan-pembatasan yang dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. Jika LTV diaplikasikan ke pembelian kedua dan seterusnya, hal ini dinilai lebih tepat karena upaya BI untuk melokalisasi spekulasi properti dinilai akan lebih efektif.

Seorang apoteker dan ibu yang hobi memasak, menulis serta berbagi informasi di media online. Saat ini ikut menjadi kontributor di Hoopiz.com
Lihat semua tulisan 📑.